KPBB Logo
HomeBeritaPublikasiRilis PersGallery
Kontak kami
HomeBeritaPublikasiRilis PersGalleryKontak kami

Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) berbagi informasi yang bisa bantu kamu bebas dari bahaya Timbel

Company

Tentang Kami Publikasi & RisetRilis PersGalleri

Kontak

Tentang Kami

16th Floor Skyline Building, Jalan MH Thamrin #9 Jakarta 10340.

Email

infokpbb@gmail.com

Telepon

+622131906807

Mobile/WA

+6285210234441

Web

http://kpbb.org

Car Free DayKoPKAspeka

Social Media

ArrowArrowArrow

© Copyright 2025, All Rights Reserved by InfoKPBB

article

Jakarta • 03 Mei 2025

Gagal Lagi, BBM Ramah Lingkungan untuk Kendaraan Euro4/IV Standard Pencemaran Udara Makin Kritis

Share to

Salam lestari,


Pada Juni hingga pertengahan November 2023, wilayah Jabodetabek diterpa isu viral terkait pencemaran udara. Betapa tidak, hampir semua media mengangkat kasus pencemaran udara ini dan tidak lupa menampilkan keluhan masyarakat yang terdampak dengan berbagai sakit/penyakit terkait pencemaran udara, termasuk Presiden Jokowi selama sebulan terserang ISPA, Menkeu Sri Mulyani mengalamai radang tenggorokan nyaris tak dapat bersuara, pemicu sakitnya Menko MARVES Luhut B Panjaitan sehingga harus berobat ke Singapura, dan jutaan warga kota yang terserang ISPA, asma, pneumonia, bronchopneumonia, COPD, jantung coroner, kanker nasopharynx (paru), dll.

Pencemaran udara Jakarta dan sekitarnya ini bukan baru terjadi kali ini. Pada 1992, Program Lingkungan  Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) merilis laporan bahwa kualitas udara Kota Jakarta merupakan yang terburuk ketiga sedunia setelah Mexico City dan Bangkok. Laporan Bank Dunia dalam Urban Air Quality (1998) dan ADB dalam Vehicle Emission Reduction in the Greater Jakarta (2002) pun demikian; menyebutkan jika udara kota Jakarta dan sekitarnya tercemar. Data resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kualitas udara di Jakarta pada dekade 2011-2020 dalam kategori tidak sehat dengan rata-rata tahunan parameter pencemar PM10 dan PM2,5 masing-masing pada kisaran 58-120 μg/m3 dan 18-49 μg/m3 . Kajian menunjukkan, jika tidak dilakukan pengendalian maka pada 2030 parameter dominan pencemaran udara (PM10, PM2.5, NOx, O3) akan meningkat hingga 2,5-4 kali lipat dibandingkan kondisi 2023.

Berbagai kajian menyebutkan bahwa sumber pencemaran udara Jabodetabek didominasi oleh kendaraan bermotor. Kiranya tepat, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko MARVES) yang ditunjuk Presiden sebagai Ketua SATGAS Pengendalian Pencemaran Udara JABODETABEK, mempersiapkan langkah pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor sebagai prioritas. Langkah pertama adalah penyediaan BBM ramah lingkungan yang sesuai dengan persyaratan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV yang sudah diadopsi oleh RI sejak 2018. Sayangnya, selama 7 tahun adopsi melalui regulasi PermenLHK No P20/2027 tersebut terkendala oleh ketersediaan BBM yang memenuhi persyaratan. Kini, setelah lebih 9 bulan dikoordinasikan oleh Menko MARVES, penyediaan BBM untuk kendaraan standard Euro4/IV ini kembali terancam gagal. Bisa jadi Pertamina lebih memilih memenuhi kehendak oil trader yang selama ini mengimpor BBM kotor.


Sebagaimana diketahui, bahwa setelah negara-negara Eropa, Amerika, Asia dan Afrika mengadopsi teknologi  kendaraan berstandard Euro4/IV ke atas, termasuk Thailand (2014), Malaysia (2014), Vietnam (2017, India (2014), China (2008 kota-kota besar dan 2012 nasional) dll, maka pasokan BBM kotor sangat melimpah. Mengingat BBM kotor di atas dilarang digunakan di negara-negara tersebut karena sudah mengadopsi teknologi kendaraan canggih (Euro4/IV ke atas) sebagai upaya pengendalian pencemaran udara dari emisi kendaraan. Indonesia sekalipun telah melarang penggunaan BBM kotor sehubungan ditetapkannya regulasi emisi

kendaraan di atas, namun tidak berdaya menghadapi banjir impor BBM kotor tersebut. Ketidak-berdayaan ini terkait invisible hand, kekuatan politik yang menjadi bagian dari oil trader pada proses impor BBM kotor. Kegalauan pemerintah untuk menerapkan scenario yang seharusnya sudah diberlakukan mulai 17 Agustus 2024 sebagai hadiah HUT Proklamasi RI ke-79, adalah sinyal kekuatan invisible hand tersebut yang sangat erat kaitannya dengan dinamika politik nasional, termasuk hiruk pikuk penetrasi koalisi politik pasca PILPRES 2024. Pasokan BBM Euro4/IV Standard adalah prasyarat pengendalian emisi Kendaraan pencemaran udara yang masih menjadi ancaman bagi banyak kota seperti Jakarta dan sekitarnya dengan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, terutama anak-anak; menyedot biaya medis, pemicu morbiditas dan mengancam bonus demografi. Di Jabodetabek misalnya, rata-rata tahunan konsentrasi PM2.5 berada pada level 38 hingga 46,1 μg/m3 (2017-2023) yang mencerminkan kategori kualitas udara tidak sehat. Dampak emisi dari berbagai sumber terutama kendaraan bermotor, industry, domestic, open waste burning, proses konstruksi gedung, jalan dll, power plant dan road dust berimplikasi pada tingginya pencemaran udara yang menyebabkan sakit/penyakit yang diderita oleh masyarakat sehingga menyebakan kerugian biaya medis. Warga DKI Jakarta misalnya biaya medis terkait pernafasan mencapai Rp 51,2T (UNEP, 2016). Berbagai studi menunjukkan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber emisi pencemaran udara terbesar di antara berbagai sumber emisi di kawasan perkotaan.


Beban emisi PM10 di Jabodetabek mencapai 14,88 juta ton/per tahun (KPBB, 2019) yang disumbang oleh sumber-sumber transportasi 47%, industry 20,24%, power plant 1,76%, rumah tangga 11%, road dust 11%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 4%. Sementara beban emisi PM2.5 mencapai 10,71 juta ton/tahun yang disumbangkan oleh sumber-sumber dari transportasi 57%, industry 21,16%, power plant 2%, rumah tangga 7%, road dust 5%, pembakaran sampah 5%, dan konstruksi bangunan 3%. Angka beban emisi ini akan naik terus sebagaimana disinggung di atas.


Selain itu, sumber utama emisi pencemaran udara dari kendaraan bermotor dengan basis old ICE technology dan utilisasi BBM fossil ini telah membebani monetary system yang berdampak pada defisit neraca perdagangan selama bertahun tahun. Pasokan BBM nasional yang tidak mencukupi untuk kebutuhan BBM kendaraan bermotor mengharuskan kita import bensin hingga 17,09 juta KL/tahun dan solar 5,59 juta KL (2023).


Selain itu, produksi otomotif nasional yang berorientasi old technology menjadikan industry otomotif nasional tidak competitive di pasar global. Old technology, yaitu teknologi kendaraan di bawah Euro4/IV standard sudah tidak diminati secara global terkait kepentingan pengendalian emisi maupun kepentingan pertarungan dalam international trading yang menggunakan issue emisi sebagai trade barrier. Tentu saja penerapan PermenLHK No P20/2017 sangat strategis, baik dalam pengendalian emisi pencemaran udara, maupun dalam menciptakan persemaian (trigger) demi memenangkan pertempuran auto industry nasional di pasar global.


Untuk itu, adalah mutlak menyediakan pasokan BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan sesuai  standard emisi pada regulasi tersebut di atas. Dan kita berharap dan mendukung Pemerintah untuk konsisten
memasok BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV sebagai prasyarat pengendalian emisi pencemaran udara. Ini dalih kuat untuk pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi, sehingga distribusi BBM bersih yang memerlukan incremental cost (tambahan biaya) ini mampu menciptakan ruang fiscal
keuangan negara selain tidak berdampak pada system moneter, ekonomi, social dan politik.
 

Salam hormat,
Ahmad Safrudin-KPBB/Air Quality Partnership, 0816897959 (phone/WA).

Author

admin kpbb 03 Mei 2025

lainnya

Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualitas
19 September 2025

Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualit...

Pertamina is The Real Saboteur Jakarta Clean Air
22 Juni 2025

Pertamina is The Real Saboteur Jakarta C...

Gagal Lagi, BBM Ramah Lingkungan untuk Kendaraan Euro4/IV Standard Pencemaran Udara Makin Kritis
03 Mei 2025

Gagal Lagi, BBM Ramah Lingkungan untuk K...

Lainnya

Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualitas
19 September 2025

Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualitas

Ketetapan Menteri ESDM Bahlil Lahaladia yang menghentikan pasokan BBM SPBU swasta dari pasokan impor BBM berkualitas adalah sesat. Sesat karena menguntungkan kepentingan mafia MIGAS yang menghendaki dominasi impor (single supplier) dan pengadaan BBM nasional dalam satu genggaman. Dampaknya maka masyarakat tidak mendapatkan BBM dengan kualitas yang memadai dan dengan harga terjangkau, kerusakan kendaraan, peningkatan pencemaran udara, hambatan pertumbuhan ekonomi dari sektor otomotif dan MIGAS. Hal ini indikasi menguatnya kartel BBM sekalipun Petral sudah dilikuidasi pada 2015. oo0oo Adalah sesat penetapan impor BBM hanya boleh dilakukan oleh Pertamina sebagai jalur satu pintu. Ketatapan tanpa opsi impor oleh pihak lain termasuk pengelola SPBU swasta, berpotensi menghilangkan persaingan sehat dan merugikan konsumen untuk mendapatkan harga yang lebih bersaing dan dengan kualitas yang lebih baik. Ketetapan ini juga menghancurkan daya saing produsen BBM dengan kualitas yang lebih baik. Dengan hilangnya peluang masyarakat untuk mendapatkan BBM dengan kualitas yang lebih baik, maka akan memicu tingginya pencemaran udara dari sumber kendaraan bermotor; dampak langsung atas penggunaan BBM berkualitas rendah. Sebagaimana diketahui, bahwa selama ini Pertamina masih memasok BBM dengan kualitas di bawah standard atau di bawah spesifikasi BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan yang saat ini diadopsi berdasarkan peraturan perundangan di Republik Indonesia. Dari 16 parameter bensin, parameter RON-nya masih deficit (90 dari seharusnya minimal 91) dan Sulfur content terlalu tinggi (200 ppm dari seharusnya maks 50 ppm. Bahkan parameter Biosolar CN-nye defisiti (48 dari seharusnya min 51) dan Sulfur conten amat sangat terlalu tinggi (lebih dari 1400 ppm dari seharusnya 50 ppm). Bahwa dalam rangka mengendalikan pencemaran udara dari sector transportasi, maka pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup menetapkan regulasi PermenLHK No P20/2017 tentang Ambang Batas Gas Buang Emisi Kendaraan Bermotor (mengikuti standard emisi kendaraan berstandard Euro4/IV). Peraturan ini ditetapkan merujuk pada PP No 22/2021 tentang Pedoman Penyelenggaraaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan amanat UU No 32/2009 tentang Perlundungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, regulasi ini juga merupakan amanat PP No 55/2012 tentang Standard Kendaraan sebagai turunan amanat UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Regulasi ini mengamanatkan untuk menetapkan standard kendaraan bermotor yang lebih baik seseuai dengan perkembangan teknologi kendaraan; dalam hal ini standard emisi kendaraan. Berdasarkan perkembangan teknologi dan kemampuan masyarakat Indonesia, maka ditetapkan PermenLHK tersebut di atas yang mewajibkan kendaraan berstandard Euro4/IV mulai Oktober 2018. Sementara itu, mulai 2014 negara-negara lain sudah mulai mengadopsi standard Euro6/VI yang memiliki standard emisi jauh lebih ketat. Namun dengan pertimbangan kemampuan daya beli masyarakat, maka regulasi tersebut menetapkan standard Euro4/IV, dengan catatan pada 2024/2025 bergeser ke standard yang lebih ketat yaitu Euro6/VI. Namun demikian semanjak regulasi standard emisi kendaraan tersebut ditetapkan (10 Maret 2017), tidak ada respon positif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM), di mana seharusnya melalui Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Dirjen MIGAS) menetapkan spesifikasi baru atas BBM yang boleh diproduksi dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia. Bahkan Menteri ESDM membiarkan Dirjen MIGAS melakukan pembangkangan hukum atas perintah peraturan perundangan di atas untuk menindaklanjuti kebutuhan pelaksaan kebijakan guna memperbaiki kualitas udara, membuka ruang fiskal baru melalui kehadiran teknologi kendaraan berteknologi baru dan upaya men-trigger pertumbuhan ekonomi melalui adopsi teknologi kendaraan tipe baru serta mempertahankan daya saing industri otomotif nasional dengan produksi kendaraan tipe baru yang diminati baik secara nasional maupun global. Akibatnya, produksi industri otomotif nasional stagnan, tidak berkembang karena ketiadaan BBM yang memenuhi ketentuan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV. Hadirnya di antara SPBU milik swasta yang menyediaan BBM dengan spesifikasi yang memenuhi kebutuhan teknologi kendaraan Euro5/V dan dengan harga yang wajar, adalah oasis bagi pemilik kendaraan bermotor berstandard Euro4/IV. Namun sayangnya oasis tersebut dihancurkan oleh Menteri ESDM dan Dirjen MIGAS atas nama demi menjaga keseimbangan neraca komoditas MIGAS nasional, penyeragaman spesifikasi BBM nasional dan memposisikan Pertamina sebagai pemasok satu-satunya bagi distribusi BBM nasional. Ketetapan Menteri ESDM jelas sesat, mengingat 1.    Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subiyanto, maka kini saatnya melakukan deregulasi guna menggairahkan pertumbuhan di segala bidang termasuk sektor produksi dan pemasaran BBM. Langkah Menteri ESDM dalam mengetatkan regulasi sehingga mengurangi ruang gerak industri sector MIGAS sesat karena membangkang target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh Presiden. Berkurangnya ruang gerak industri ini akan menurunkan produktivitas yang berujung pada penurunan sumbangan sector MIGAS pada GDP. 2.    Ketetapan tersebut menabalkan single supplier (kartel) atas produk BBM yang berdampak pada kehancuran persaingan sehat dalam perdagangan BBM sehingga masyarakat tidak memiliki pilihan atas keberadaan BBM dengan kualitas terbaik dan dengan harga terjangkau. Saat ini impor BBM masih 70% dari total national demand (73 juta KL, 2024) alangkah baiknya apabila dapat dipenuhi oleh beberapa pihak dengan BBM berkualitas tinggi, ketimbang didominasi oleh Pertamina yang selama ini justru menghadirkan BBM dengan kualitas rendah. 3.    Ketetapan untuk mengikuti spesifikasi BBM yang lebih rendah sebagaimana yang diedarkan oleh PERTAMINA adalah langkah mundur (set back) dan memicu terciptanya bad governance, tata kelola pemerintahan yang buruk. 4.    Menghambat pertumbuhan ekonomi sektor otomotif dan MIGAS, di mana sesuai dengan tuntutan perlindungan lingkungan hidup dan iklim global, saat ini preferensi pasar otomotif adalah tertuju pada kendaraan rendah emisi dan hemat energi. Set back pada penggunaan BBM dengan kualitas lebih rendah menghambat penerapan kendaraan rendah emisi dan hemat bahan bakar sebagaimana halnya kendaraan berstandard Euro4/IV yang diadopsi saat ini. 5.    Memposisikan untuk kembali menggunakan BBM berkualitas rendah sehingga akan memperparah pencemaran udara dan emisi GRK dari kendaraan bermotor. Rekomendasi: 1.    Hentikan ketetapan Menteri ESDM dalam memberantas peran swasta pada impor BBM bersih demi terciptanya persaingan usaha yang sehat. 2.    Revisi Ketetapan Spesifikasi BBM yang diterbitkan oleh Dirjen MIGAS mengingat ketetapan yang ada sudah out of date dan membangkang terhadap peraturan perundangan di atasnya. 3.    Segera lakukan shifting impor BBM yang dilakukan oleh importer atas order dari PERTAMINA; yaitu shifting dari impor BBM dengan kualitas busuk (rendah) ke impor BBM dengan kualitas tinggi yang mampu meng-up grade kualitas BBM produksi domestik oleh PERTAMINA. 4.    Presiden Prabowo Subiyanto agar merestrukturisasi HPP BBM sehingga masyarakat mendapatkan BBM dengan kualitas baik dan harga terjangkau serta pemerintah tidak terbebani subsidi BBM. Sebagai catatan, HPP BBM bersubsidi terlampau tinggi karena mengandung nilai mark up oleh oil trader/importer. Fakta HPP BBM sekelas Pertalite di pasar regional adalah Rp 7.950/L sementara Pertamina mematok dengan HPP Rp 11.700/L sehingga pemerintah harus mensubsidi Rp 1.700/L (23 Maret 2025). 5.    KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) agar segera memeriksa Menteri ESDM Bahlil Lahaladia dan Dirjen MIGAS Laode Sulaeman atas dugaan mengarahkan terciptanya single supplier pada indikasi praktik kartel pengadaan BBM nasional. Jakarta, 19 September 2025 Ahmad Safrudin Direktur Eksekutif 0816897959 Nara hubung: Alfred Sitorus, 0852-1023-4441

Selengkapnya

Arrow Right
Pertamina is The Real Saboteur Jakarta Clean Air
22 Juni 2025

Pertamina is The Real Saboteur Jakarta Clean Air

-

Selengkapnya

Arrow Right
Gagal Lagi, BBM Ramah Lingkungan untuk Kendaraan Euro4/IV Standard Pencemaran Udara Makin Kritis
03 Mei 2025

Gagal Lagi, BBM Ramah Lingkungan untuk Kendaraan Euro4/IV Standard Pencemaran Udara Makin Kritis

Selama musim kemarau 2023, wilayah Jabodetabek diterpa isu viral terkait pencemaran udara. Pada 1992. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang ditunjuk Presiden sebagai Ketua SATGAS Pengendalian Pencemaran Udara JABODETABEK sudah mempersiapkan langkah pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor sebagai prioritas dengan penyediaan BBM ramah lingkungan yang sesuai dengan persyaratan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV yang sudah diadopsi oleh RI sejak 2018. Kini setelah lebih dari 9 bulan koordinasi, penyediaan BBM untuk kendaraan standard Euro4/IV ini kembali terancam gagal.

Selengkapnya

Arrow Right