KPBB Logo
HomeBeritaPublikasiRilis PersGallery
Kontak kami
HomeBeritaPublikasiRilis PersGalleryKontak kami

Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) berbagi informasi yang bisa bantu kamu bebas dari bahaya Timbel

Company

Tentang Kami Publikasi & RisetRilis PersGalleri

Kontak

Tentang Kami

16th Floor Skyline Building, Jalan MH Thamrin #9 Jakarta 10340.

Email

infokpbb@gmail.com

Telepon

+622131906807

Mobile/WA

+6285210234441

Web

http://kpbb.org

Car Free DayKoPKAspeka

Social Media

ArrowArrowArrow

© Copyright 2025, All Rights Reserved by InfoKPBB

article

Jakarta • 19 Mei 2025

Kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI

Share to

 

Kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI
Tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara

Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan pada 19 Mei 2025 di DPR RI, Komisi XII DPR  RI mengapresiasi  kinerja  Kementerian  Lingkungan  Hidup/ Sadan Pengendalian Lingkungan Hidup RI, Yayasan Udara Anak Bangsa, KPBB, WRI, Clean Air Asia, C40 yang terus mengawal perlindungan dan pengelolaan mutu udara di Indonesia.  Rapat dengar pendapat ini dengan pokok-pokok kesepakatan sbb:
1.    Komisi XII DPR RI mendorong Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hid up I Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI untuk memperkuat kebijakan mitigasi polusi udara terutama untuk sektor transportasi, energi, industri, persampahan, domestic, konstruksi dan lend-use.
2.    Komisi XII DPR RI mendukung rekomendasi agar pemerintah  segera melakukan adopsi bahan bakar berstandar Euro 4 dalam rangka mengurangi emisi dari sektor Transportasi.
3.    Komisi XII DPR RI mendorong Kementerian Lingkungan Kementerian Lingkungan HidupISadan   Pengendalian   Lingkungan   Hidup   RI  untuk memperkuat  sistem  monitoring pemantauan  kualitas  udara  yang  bersifat reet-time     dan transparan sehingga dapat diakses secara luas oleh masyarakat.
4.    Komisi XII DPR RI mendorong Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hid up I Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI untuk berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan nasional dan Lembaga internasional termasuk peluang pembiayaan dalam mempercepat perbaikan mutu udara di Indonesia.

---------------


Ringkasan Penyampaian KPBB pada RDP Komisi XII DPR RI 
tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara

1.    Pengetatan standard emisi kendaraan dan pemanfaatan BBM dengan kualitas yang memadai berkorelasi positif dengan penurunan pencemaran udara, 
•    23 juta ton/tahun menjadi 2,2 juta ton/tahun (2030)
o    PM10/PM2.5 turun 90,26%
o    SOx turun 94,48%
o    NOx turun 74,77%
o    HC turun 69,38%
o    CO turun 75,77%.  
•    Penurunan penyakit
o    Pneumonia sebesar 86%, 
o    Penyakit jantung iskemik sebesar 69%, 
o    dan PPOK sebesar 84% dibandingkan skenario tanpa intervensi (BAU). 


2.    Untuk itu, penyediaan pasokan BBM yang memenuhi persyaratan Euro4/IV Vehicle Standard adalah keharusan. 
•    Bensin RON 98 dan RON 95 memenuhi spec untuk kendaraan Euro4/IV Vehicle Standard, dengan volume sekitar 600 - 700 ribu KL/tahun (2,1%): Pertamax Turbo, Green Pertamax, Shell Super, Shell V-Power dan Shell V-Power Nitro+. 
•    Sementara untuk solar adalah Solar CN 53 dengan kadar belerang 50 ppm (~400 ribu KL/tahun => PertaDEX HQ) dengan tujuan export; selain yang diedarkan di beberapa kota (V-power-Diesel) sekitar 300 ribu KL/tahun (1,2%).


3.    Selain meningkatkan kapasitas kilang dengan investasi dalam skema PPP maupun PMN (jangka panjang) maka untuk memenuhi kebutuhan BBM (jangka pendek) dalam rangka penerapan Euro4/IV sesegera mungkin (1 Juli 2025) harus dilakukan shifting of imported blend stock of fuels yang memenuhi persyaratan Euro4/IV Vehicle Standard.
 

4.    Adopsi Euro4/IV Vehicle Standard BEV memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia: (1) Manfaat ekonomi (CBA) Rp 2003 T (2030); (2) Mengurangi emisi kendaraan polusi udara perkotaan dan CO2; (3) Memicu pertumbuhan ekonomi hijau dari sektor otomotif => competitive advantage.
 

5.    HPP/COGS BBM di Indonesia mengandung unsur inequity karena menggunakan reference price keekonomian yang incomparable, di mana reference price mengacu pada harga BBM dengan kualitas yang lebih tinggi di pasar regional.  Untuk itu, perlu reformulasi fuel pricing policy sebagai langkah fundamental dalam menciptakan pasokan BBM dengan kualitas dan kuantitas yang memadai serta tidak berimplikasi pada peningkatan beban negara (APBN).
 

6.    Pasokan BBM sesuai kebutuhan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV, mulai 1 Juli 2025 untuk wilayah JABODETABEK.  Persiapan teknis sudah dilakukan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kamaritiman dan Investasi pada November 2023 – Agustus 2024 dan saat ini diteruskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

 

Author

admin kpbb 19 Mei 2025

lainnya

Penolakan Base Fuel Pertamina
03 Oktober 2025

Penolakan Base Fuel Pertamina

Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualitas
19 September 2025

Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualit...

Pertamina is The Real Saboteur Jakarta Clean Air
22 Juni 2025

Pertamina is The Real Saboteur Jakarta C...

Lainnya

Penolakan Base Fuel Pertamina
03 Oktober 2025

Penolakan Base Fuel Pertamina

Press Statement Penolakan Base Fuel Pertamina: Bukan Soal Ethanol Tetapi Kualitas _Produsen BBM/SPBU Swasta ramai-ramai menolak base fuel yang diimpor oleh Pertamina, sekalipun pada 19 September mereka telah sepakat untuk membeli untuk base fuel produk BBM yang mereka pasarkan di Indonesia. Mengapa berubah dan melawan terhadap keputusan Menteri ESDM? Benarkah terkait soal kandungan ethanol? Atau soal lain terutama kualitas yang tidak memenuhi spesifikasi minimal yang dipersyaratkan untuk memproduksi BBM dengan spesifikasi tertentu?_ oo0oo Ethanol, umumnya digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari kepentingan medis, makanan, minuman maupun untuk bahan bakar atau energi. Pada konteks pemanfaatan ethanol untuk bahan bakar, maka ethanol memerlukan proses khusus agar ethanol tersebut mencapai kadar yang dipersyaratkan sebagai bahan bakar (Fuel Grade Ethanol/FGE). Ethanol yang memenuhi persyaratan sebagai campuran bahan bakar (FGE) harus memiliki kemurnian 99%. Untuk menghasilkan FGE, maka memerlukan proses pemurnian untuk menghilangkan kandungan air pada campuran etanol. Proses distilasi atas campuran etanol-air menggunakan entrainer etil asetat dapat digunakan untuk meningkatkan kadar etanol hingga mencapai FGE. Pemanfaatan ethanol (FGE) adalah dengan mencampurkannya (blending, oplos) pada bensin guna mendongkrak angka oktan atau RON (Research Octane Number) bensin tersebut (base fuel) agar memenuhi persyaratan spesifikasi untuk digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Di sini peran ethanol sebagai octane enhancer. Pemanfaatan ethanol sebagai octane enhancer bensin ini tidak berdampak negatif atas kinerja mesin kendaraan. Justru mampu meningkatkan efisiensi pembakaran pada ruang bakar mesin kendaraan, sehingga bisa menghemat energi sekaligus menekan emisi gas buang kendaraan, baik emisi pencemaran udara (PM10, PM2.5, HC, CO, SOx, NOx) maupun emisi Gas Rumah Kacar (CO2). Karena sejak 2006 hampir semua varian kendaraan sudah diproduksi dengan mengantisipasi penggunaan biofuel termasuk ethanol. Kalau sebelum 2006 teknologi kendaraan masih menggunakan sealant, gasket, valve dll yang bisa lumer oleh pemakaian biofuel; maka kini (sejak 2006) berbagai parts (suku cadang) kendaraan tersebut sudah dimodifikasi sehingga tidak lumer lagi terkait pemanfaataan ethanol ini. Namun yang kita khawatirkan dan mungkin saja termasuk yang dikhawatirkan oleh para produsen BBM/SPBU swasta terkait ethanol adalah bahwa ethanol tersebut telah terlanjur di-blend (dicampur/dioplos) pada bensin yang oleh produsen BBM/SPBU swasta diperlakukan sebagai base fuel; bahan dasar untuk memproduksi BBM dengan spesifikasi tertentu. Pada konteks teknis meracik BBM dengan spesifikasi tertentu menggunakan raw material yang bukan murni sebagai base fuel, adalah sulit. Keberadaan ethanol pada base fuel telah mengaburkan sifat kimia dan fisika base fuel sebagai raw material utama pada proses produksi BBM dengan spesifikasi tertentu. Menjadi sulit untuk meracik BBM dengan spesifikasi tertentu apabila base fuel nya sudah tidak standard alias sudah "dikotori" oleh material tertentu seperti ethanol. Sebagai octane enhancer, idealnya proses pencampuran ethanol sebagai pendongkrak angka octane dilakukan sebagai satu kesatuan pada proses produksi BBM dengan spesifikasi terntentu yang diinginkan; terutama untuk BBM berkualitas tinggi. Kesulitan teknis ini akan berimplikasi pada peningkatan biaya produksi, apalagi prosentase ethanol pada bensin tersebut juga memiliki konsekuensi peningkatan biaya. Sehingga secara bisnis ini sangat berpengaruh pada HPP dan selling pricing, di mana harga jual cenderung menjadi lebih mahal. Sementara harga jual sangat sensitif pada daya beli masyarakat. Penolakan base fuel (BBM dasar) Pertamina oleh Produsen BBM/SPBU swasta ini juga mengindikasikan penolakan atas buruknya spesifikasi base fuel secara umum dengan berbagai parameternya; seperti kadar belerang, ash forming, octane number, cetane number (untuk solar) dll. Ini tidak lepas dari preseden setelah lebih dari 20 tahun Pertamina bertahan hanya mengimpor base fuel dengan kualitas rendah. Sehingga tidak mampu memproduksi dan memasarkan BBM dengan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan teknologi kendaraan bermotor yang saat ini diadopsi oleh Indonesia berdasarkan peraturan perundangan. Jakarta, 3 Oktober 2025 Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif (0816-897-959) Contact Person: Alfred Sitorus (0852-1023-4441)

Selengkapnya

Arrow Right
Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualitas
19 September 2025

Sesat: Penghentian Pasokan BBM Berkualitas

Ketetapan Menteri ESDM Bahlil Lahaladia yang menghentikan pasokan BBM SPBU swasta dari pasokan impor BBM berkualitas adalah sesat. Sesat karena menguntungkan kepentingan mafia MIGAS yang menghendaki dominasi impor (single supplier) dan pengadaan BBM nasional dalam satu genggaman. Dampaknya maka masyarakat tidak mendapatkan BBM dengan kualitas yang memadai dan dengan harga terjangkau, kerusakan kendaraan, peningkatan pencemaran udara, hambatan pertumbuhan ekonomi dari sektor otomotif dan MIGAS. Hal ini indikasi menguatnya kartel BBM sekalipun Petral sudah dilikuidasi pada 2015. oo0oo Adalah sesat penetapan impor BBM hanya boleh dilakukan oleh Pertamina sebagai jalur satu pintu. Ketatapan tanpa opsi impor oleh pihak lain termasuk pengelola SPBU swasta, berpotensi menghilangkan persaingan sehat dan merugikan konsumen untuk mendapatkan harga yang lebih bersaing dan dengan kualitas yang lebih baik. Ketetapan ini juga menghancurkan daya saing produsen BBM dengan kualitas yang lebih baik. Dengan hilangnya peluang masyarakat untuk mendapatkan BBM dengan kualitas yang lebih baik, maka akan memicu tingginya pencemaran udara dari sumber kendaraan bermotor; dampak langsung atas penggunaan BBM berkualitas rendah. Sebagaimana diketahui, bahwa selama ini Pertamina masih memasok BBM dengan kualitas di bawah standard atau di bawah spesifikasi BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan yang saat ini diadopsi berdasarkan peraturan perundangan di Republik Indonesia. Dari 16 parameter bensin, parameter RON-nya masih deficit (90 dari seharusnya minimal 91) dan Sulfur content terlalu tinggi (200 ppm dari seharusnya maks 50 ppm. Bahkan parameter Biosolar CN-nye defisiti (48 dari seharusnya min 51) dan Sulfur conten amat sangat terlalu tinggi (lebih dari 1400 ppm dari seharusnya 50 ppm). Bahwa dalam rangka mengendalikan pencemaran udara dari sector transportasi, maka pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup menetapkan regulasi PermenLHK No P20/2017 tentang Ambang Batas Gas Buang Emisi Kendaraan Bermotor (mengikuti standard emisi kendaraan berstandard Euro4/IV). Peraturan ini ditetapkan merujuk pada PP No 22/2021 tentang Pedoman Penyelenggaraaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan amanat UU No 32/2009 tentang Perlundungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, regulasi ini juga merupakan amanat PP No 55/2012 tentang Standard Kendaraan sebagai turunan amanat UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Regulasi ini mengamanatkan untuk menetapkan standard kendaraan bermotor yang lebih baik seseuai dengan perkembangan teknologi kendaraan; dalam hal ini standard emisi kendaraan. Berdasarkan perkembangan teknologi dan kemampuan masyarakat Indonesia, maka ditetapkan PermenLHK tersebut di atas yang mewajibkan kendaraan berstandard Euro4/IV mulai Oktober 2018. Sementara itu, mulai 2014 negara-negara lain sudah mulai mengadopsi standard Euro6/VI yang memiliki standard emisi jauh lebih ketat. Namun dengan pertimbangan kemampuan daya beli masyarakat, maka regulasi tersebut menetapkan standard Euro4/IV, dengan catatan pada 2024/2025 bergeser ke standard yang lebih ketat yaitu Euro6/VI. Namun demikian semanjak regulasi standard emisi kendaraan tersebut ditetapkan (10 Maret 2017), tidak ada respon positif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM), di mana seharusnya melalui Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Dirjen MIGAS) menetapkan spesifikasi baru atas BBM yang boleh diproduksi dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia. Bahkan Menteri ESDM membiarkan Dirjen MIGAS melakukan pembangkangan hukum atas perintah peraturan perundangan di atas untuk menindaklanjuti kebutuhan pelaksaan kebijakan guna memperbaiki kualitas udara, membuka ruang fiskal baru melalui kehadiran teknologi kendaraan berteknologi baru dan upaya men-trigger pertumbuhan ekonomi melalui adopsi teknologi kendaraan tipe baru serta mempertahankan daya saing industri otomotif nasional dengan produksi kendaraan tipe baru yang diminati baik secara nasional maupun global. Akibatnya, produksi industri otomotif nasional stagnan, tidak berkembang karena ketiadaan BBM yang memenuhi ketentuan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV. Hadirnya di antara SPBU milik swasta yang menyediaan BBM dengan spesifikasi yang memenuhi kebutuhan teknologi kendaraan Euro5/V dan dengan harga yang wajar, adalah oasis bagi pemilik kendaraan bermotor berstandard Euro4/IV. Namun sayangnya oasis tersebut dihancurkan oleh Menteri ESDM dan Dirjen MIGAS atas nama demi menjaga keseimbangan neraca komoditas MIGAS nasional, penyeragaman spesifikasi BBM nasional dan memposisikan Pertamina sebagai pemasok satu-satunya bagi distribusi BBM nasional. Ketetapan Menteri ESDM jelas sesat, mengingat 1.    Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subiyanto, maka kini saatnya melakukan deregulasi guna menggairahkan pertumbuhan di segala bidang termasuk sektor produksi dan pemasaran BBM. Langkah Menteri ESDM dalam mengetatkan regulasi sehingga mengurangi ruang gerak industri sector MIGAS sesat karena membangkang target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh Presiden. Berkurangnya ruang gerak industri ini akan menurunkan produktivitas yang berujung pada penurunan sumbangan sector MIGAS pada GDP. 2.    Ketetapan tersebut menabalkan single supplier (kartel) atas produk BBM yang berdampak pada kehancuran persaingan sehat dalam perdagangan BBM sehingga masyarakat tidak memiliki pilihan atas keberadaan BBM dengan kualitas terbaik dan dengan harga terjangkau. Saat ini impor BBM masih 70% dari total national demand (73 juta KL, 2024) alangkah baiknya apabila dapat dipenuhi oleh beberapa pihak dengan BBM berkualitas tinggi, ketimbang didominasi oleh Pertamina yang selama ini justru menghadirkan BBM dengan kualitas rendah. 3.    Ketetapan untuk mengikuti spesifikasi BBM yang lebih rendah sebagaimana yang diedarkan oleh PERTAMINA adalah langkah mundur (set back) dan memicu terciptanya bad governance, tata kelola pemerintahan yang buruk. 4.    Menghambat pertumbuhan ekonomi sektor otomotif dan MIGAS, di mana sesuai dengan tuntutan perlindungan lingkungan hidup dan iklim global, saat ini preferensi pasar otomotif adalah tertuju pada kendaraan rendah emisi dan hemat energi. Set back pada penggunaan BBM dengan kualitas lebih rendah menghambat penerapan kendaraan rendah emisi dan hemat bahan bakar sebagaimana halnya kendaraan berstandard Euro4/IV yang diadopsi saat ini. 5.    Memposisikan untuk kembali menggunakan BBM berkualitas rendah sehingga akan memperparah pencemaran udara dan emisi GRK dari kendaraan bermotor. Rekomendasi: 1.    Hentikan ketetapan Menteri ESDM dalam memberantas peran swasta pada impor BBM bersih demi terciptanya persaingan usaha yang sehat. 2.    Revisi Ketetapan Spesifikasi BBM yang diterbitkan oleh Dirjen MIGAS mengingat ketetapan yang ada sudah out of date dan membangkang terhadap peraturan perundangan di atasnya. 3.    Segera lakukan shifting impor BBM yang dilakukan oleh importer atas order dari PERTAMINA; yaitu shifting dari impor BBM dengan kualitas busuk (rendah) ke impor BBM dengan kualitas tinggi yang mampu meng-up grade kualitas BBM produksi domestik oleh PERTAMINA. 4.    Presiden Prabowo Subiyanto agar merestrukturisasi HPP BBM sehingga masyarakat mendapatkan BBM dengan kualitas baik dan harga terjangkau serta pemerintah tidak terbebani subsidi BBM. Sebagai catatan, HPP BBM bersubsidi terlampau tinggi karena mengandung nilai mark up oleh oil trader/importer. Fakta HPP BBM sekelas Pertalite di pasar regional adalah Rp 7.950/L sementara Pertamina mematok dengan HPP Rp 11.700/L sehingga pemerintah harus mensubsidi Rp 1.700/L (23 Maret 2025). 5.    KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) agar segera memeriksa Menteri ESDM Bahlil Lahaladia dan Dirjen MIGAS Laode Sulaeman atas dugaan mengarahkan terciptanya single supplier pada indikasi praktik kartel pengadaan BBM nasional. Jakarta, 19 September 2025 Ahmad Safrudin Direktur Eksekutif 0816897959 Nara hubung: Alfred Sitorus, 0852-1023-4441

Selengkapnya

Arrow Right
Pertamina is The Real Saboteur Jakarta Clean Air
22 Juni 2025

Pertamina is The Real Saboteur Jakarta Clean Air

-

Selengkapnya

Arrow Right