Detik.com, Jakarta – Belasan anak dengan gangguan mental ditemukan di Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, tak jauh dari Kota Bogor Jawa Barat. Penelitian menunjukkan racun timbal (Pb) dari limbah peleburan aki bekas telah mencemari seluruh desa.
Adalah Komite Pembebasan Bensin Bertimbal (KPBB), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengungkap tingginya pencemaran logam berat di desa yang dikenal sebagai sentra peleburan aki bekas ilegal tersebut. Kadar Pb di tanah mencapai 270.000 ppm (part per million), sementara ambang batas yang direkomendasikan WHO hanya 400 ppm.
Bekerja sama dengan Blacksmith Institute dari Amerika Serikat, KPBB juga mengungkap bahwa kadar Pb dalam darah penduduk setempat mencapai rata-rata 36,62 mcg/dL. Kadar tertinggi bahkan mencapai 65 mcg/dL, hampir 7 kali lipat ambang yang ditetapkan WHO yakni 10 mcg/dL.
Ada beberapa gejala klinis pada penduduk setempat yang teramati dalam penelitian tersebut yang diyakini berhubungan dengan tingginya pencemaran Pb, di antaranya adalah gangguan mental. Dari 240 sampel anak yang diamati di Desa Cinangka, sebanyak 12 anak (5 persen) terindikasi idiot.
Penelitian yang mengaitkan gangguan tumbuh kembang otak dengan pencemaran Pb pernah dilakukan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dengan mengamati 400 siswa SD di Bandung Jawa Barat, para ilmuwan mengungkap bahwa BLL (Blood Lead Level) atau kadar timbal dalam darah berbanding terbalik dengan IQ atau tingkat kecerdasan para siswa.
“Tiap peningkatan kadar timbal dalam darah sebanyak 1 mcg/dL, IQ anak turun sebanyak 2,5 poin. Itu diamati pada anak-anak kelas 3-4 SD,” kata Dr Tb Rachmat Sentika, SpA(K), seorang pakar tumbuh kembang dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan hasil penelitian tersebut.
Dibanding orang dewasa, anak-anak lebih rentan terhadap pencemaran Pb karena proses pertumbuhan sel-sel saraf di otak masih berlangsung hingga usia 3-6 tahun. Selain gangguan kecerdasan, dampak lain dari terganggunya proses tersebut adalah gangguan perilaku misalnya menjadi hiperaktif dan susah konsentrasi.
Mengacu pada salah satu artikel dalam Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (CPPCG), Ahmad Syafrudin, Direktur KPBB menyebut kondisi yang terjadi di Desa Cinangka sebagai ecological genocide. Satu generasi di desa tersebut terancam ‘mati’ karena pencemaran Pb.
“Mati kan tidak selalu tentang fisik, tetapi juga tentang harapan. Membiarkan anak-anak lahir dengan cacat mental itu sudah bisa disebut membunuh harapan mereka,” kata pria berkaca mata yang akrab disapa Puput ini.
Bila masih di bawah 20 mcg/dL, cemaran Pb dalam darah anak-anak masih bisa dinetralkan dengan pemberian suplemen zat besi (Fe) dan kalsium (Ca). Namun bisa sudah melampaui kadar tersebut, biasanya dokter akan memberikan terapi chelation atau injeksi senyawa kimia tertentu seperti yang diberikan pada anak autis untuk meredakan gejala klinisnya.
Direspons Kementerian Kesehatan
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Wilfried H Purba, MKes menanggapi positif temuan KPBB dan Blacksmith Institute. Untuk mengatasi dampak pencemaran Pb pada anak-anak, pihaknya telah meminta Puskesmas setempat untuk melakukan perbaikan gizi melalui Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS).
Langkah lain yang diambil Kementerian Kesehatan adalah dengan menjauhkan anak-anak dari sumber pencemaran. Untuk hal ini, Wilfried akan bekerja sama dengan pihak-pihak lain, termasuk pemerintah daerah dan juga LSM seperti KPBB maupun BlackSmith Institute.
Wilfried menambahkan, pemetaan daerah-daerah yang tercemar Pb juga akan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Berdasarkan laporan KPBB, Desa Cinangka bukan satu-satunya titik peleburan aki bekas ilegal yang ada di wilayah Jabodetabek. Sedikitnya ada 70 titik lainnya di wilayah tersebut, baik yang masih aktif melakukan peleburan maupun tinggal menyisakan limbah dan pencemaran Pb-nya.
Sedangkan untuk memastikan adanya hubungan antara pencemaran Pb dengan gangguan mental yang dialami anak-anak Desa Cinangka, Wilfried menilai perlu dilakukan studi epidemologis. Meski secara teori keduanya saling berhubungan, ia menilai tidak tertutup kemungkinan ada faktor lain yang mempengaruhi.
“Harus ada studi lebih lanjut untuk memastikan apakah cuma pencemaran timbal saja penyebabnya, atau ada kombinasi dengan faktor lain,” kata Wilfried yang beberapa waktu lalu meninjau proyek isolasi limbah aki bekas di Desa Cinangka bersama Menteri Lingkungan Hidup, Prof Dr Balthasar Kambuaya, MBA.
Sumber: Detik.com
Sumber foto dan berita: Ecological Genocide: Saat Harapan Anak-anak Cinangka Dibunuh Racun Timbal – Health Detik.com
Leave a Reply